Maaf Anda Tersesat!

Coba lagi. Jangan menyerah!

Selasa, 25 Desember 2012

#MakassarEduca(u)tionFestival





#makassar Educa(u)tion Festival..
Minggu pagi seperti biasa, jalanan agak lengang tidak seperti hari kerja dimana lautan kendaraan bermotor yang tampak…sebuah gedung yang sudah berapa lama dalam tahap pembangunan namun belum jua rampung, jm 10 mulai dikerubuti oleh orang-orang dengan membawa buku-buku, gitar, hingga anak-anak kecil…ya #MakassarEduca(u)tionFestival mengisi kekosongan gedung society Makassar..dulunya gedung ini tempat pertemuang pejabat Belanda dan Eropa, ya sedaridulu Makassar telah menjadi kota dunia, jadi miris sj jikalau pejabat pemerintah mendengungkan kota dunia..
Ada banyak komunitas berkumpul dengan spirit yang sama, yakni Pendidikan untuk semua..ada Sekolah Rakyat KAMI yang mengorganisir acara ini, Sekolah Rakyat Cakrawala dengan anak-anak didiknya yang sungguh lucu dan kreatif, ada Rumah Baca Philosophya dengan berbagai bukunya yang duduk saja maka matamu akan dimanjakan dengan judul-judul buku yang keren, ada Kedai Buku Jenny dengan berbagai koleksi buku dan album music indie, ada Senyuman dengan kotak berbagi pengetahuan, ada Pustaka Iyya dan Tiara dengan anak-anak yang lucu, ada Makassar Indiebooks dengan berbagai buku bacaan, novel etc, ada CaraBaca dengan koleksi buku,baju,tas, dan berbagai pernak pernik tentang pendidikan, dan juga kami tentunya “SekolaHI dengan kuibus sekolahi, data pendidikan, lukisan dan gambar-gambar untuk menmgampanyekan bahwa pendidikan untuk semua.TITIK, tanpa TAPI.
Selain stand-stand tiap komunitas, juga ada acara diskusi pendidikan dengan membedah buku sosiologi waktu senggang, eksploitasi dan komodifikasi perempuan karya Muhammad Ridha, ada juga pengenalan profil komunitas, berbagai akustikan salah satunya oleh HITS, pembacaan puisi oleh Aan M., dan juga stand up comedy oleh Arga P. sekali lagi acara ini sangat meriah, sederhana saja yang ingin di sampaikan..Pendidikan Untuk Semua. /divisi penerbitan sekolahi.

Minggu, 02 Desember 2012

DUA TAHUN TUJUH BULAN (2,7)


Ada banyak hal menarik dan bermakna dibalik angka 2 bagiku. Pertama karena saya anak kedua(2), dan dulunya ketika masih aktif bermain bola di 17an agustus mengenakan no. Punggung 2. Orang-orang juga sering bilang ‘everyone have second(2) chance.’ Setahun lalu mungkin entah kenapa saya kadang membenci angka 2 karena ada kejadian di media virtual. tapi setelah berpikir, sepertinya saya hanya menjadi korban dunia virtual, yang menganggap dunia virtual itu adalah kenyataan..TIDAK..yang nyata adalah apa yang dirasakan.  
Maaf telah larut dalam hipnotis dunia virtual. kutahu apa yang kurasakan dan kulihat adalah hal yang artifisial. 2 mei 2010 adalah tanggal dimana kita mulai berkomitmen untuk saling menjaga..ya..kuingat pesanmu untuk saling menjaga. Itulah mengapa aku sangat takjub dengan angka 2. Angka ini selalu mengingatkanku dan berefleksi sudah sampai mana perjalanan kita, meski masih panjang dan berbatu.
Akhir-akhir ini kita sering berdebat tentang banyak hal, mulai dari pola komunikasi kita, himpunan, teman-teman, apapun itu. Aku selalu memarahimu dan membuatmu emosi, tapi engkau tetap tinggal meski kadang diam dan bilang ‘ndaji’..engkau selalu berusaha untuk memulai dan mendengarkan, engkau selalu berusaha memastikanku baik-baik saja dengan bertemu, engkau selalu berusaha agar aku bercerita, meski ku diam.
Meski kadang kita berbeda, sebeda apapun itu engkau tetap tinggal dan aku selalu ingin engkau ada disini. Terima kasih tetap ‘stand by me’...selamat 2,7 tahun...maaf..
Sayang kamu...2 Desember 2012.
Skor kita paling tinggi 98..

Senin, 01 Oktober 2012

FALSAFAH PENDIDIKAN YANG TERLUPAKAN



Pendidikan itu untuk memanusiakan manuisa…(Paulo Freire)
Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Pendidikan hadir layaknya manusia yang lahir. manusia tanpa pendidikan tidak pernah bisa melangsungkan kehidupannya, hal inilah yang membedakannya dengan hewan. Hewan apapun jenisnya tidak memerlukan pendidikan karena hewan cenderung hidup dalam keadaan stabil, tanpa ada perubahan atau perkembangan. Semua hewan hanya mengalami stabilitas perubahan fisis, bukan psikis. Seekor ikan misalnya, hanya bisa hidup di habitatnya yakni perairan. Air bagi ikan mutlak adanya, dan jika diangkat dari air, sudah pasti ikan itu mati. Tetapi, perubahan dan perkembangan pada manusia mutlak diperlukan. Sejak lahir, bayi manusia masih berada dalan potensi yang harus diubah, dibentuk, selanjutnya dikembangkan oleh orangtuanya melalui perawatan dan pengasuhansampai dewasa dan bisa hidup sendiri. Singkatnya, pendidikan itu hak setiap orang!.
Pendidikan secara harfiah berasal dari bahasa latin ‘educare’, dapat diartikan sebagai pembimbingan secara berkelanjutan (to lead forth). Arti tersebut merupakan suatu pengakuan bahwa manusia adalah makhluk yang bersifat labil. Artinya sepanjang hidupnya tidak pernah berada dalam kecukupan baik secara lahir maupun batin, baik secara individual maupun sosial. (Suparian Suhartono: Wawasan Pendidikan, sebuah pengantar pendidikan). Pendidikan kemudian diasosiasikan dengan Sekolah, yang dalam implementasinya sangat jauh dari esensi dan substansi sekolah. Sekolah atau school dapat dilacak dari kata Latin seperti skhole, scola, scolae, yang dipergunakan sekitar awal abad XII. Arti harafiahnya adalah "waktu luang" atau "waktu senggang". Dengan demikian agaknya bersekolah pada awalnya tak lain adalah leisure devoted to learning (waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar). Dalam artian, sekolah seharusnya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. waktu senggang inilah yang digunakan untuk berkumpul dan belajar dalam bentuk sharing dan membahas hal-hal yang dianggap penting.


Begitulah awal sekolah muncul sebagai sebuah pembelajaran dari orangtua/orang yang dianggap tahu kepada anaknya mengenai berbagai hal seperti bertani, beternak, menulis dan lainnya. Menurut Roem Topatimasang:Sekolah itu Candu, perkembangan zaman membuat manusia sudah tidak mampu dan memiliki waktu untuk mentransformasi nilai-nilai hidup dan pengetahuan kepada anak-anak mereka, maka manusia mulai membutuhkan bantuan dari manusia lain. Bantuan ini kemudian termanifestasi dalam scola in loco (lembaga pengasuhan anak pada waktu senggang di luar rumah, sebagai pengganti ayah dan ibu) yang sebelumnya berbentuk scola matterna (pengasuhan ibu sampai usia tertentu). Hingga sekarang sekolah (TK – Universitas) dilembagakan dan dijadikan sebuah kewajiban oleh pemerintah.
Sekolah kemudian dijadikan beberapa jenjang yang salah dalam memahami esensi pendidikan yang otomatis tidak tepat guna dalam penerpannya. Sejak TK, anak-anak tidak lagi diberikan waktu bermain dan menimbulkan kreatifitas tetapi diberikan tugas untuk harus bisa membaca dan menulis. Kemudian, SD, SMP, SMU menjadi tempat injeksi mengenai prestasi yang akhirnya menjadikan setiap pelajar saling berkompetisi dengan cara apapun, bukan pada injeksi bahwa di sekolah merupakan nilai-nilai edukasi. Hingga kuliah, dimana para mahasiswa dibuat mati ranah kritisnya dan hanya berorientasi pada praksisnya saja. Jadi, sekolah tidak ada bedanya dengan pabrik yang setiap tahunnya mencetak para buruh’pekerja’ yang siap terjun dalam dunia kerja yang ujungnya akan meng’alienasi’ para pekerja.
Pemerintah yang mewajibkan sekolah akhirnya membuat sekolah menjadi komoditas. Sekolah tidak lagi menjadi wadah saling berbagi nilai-nilai kehidupan, tetapi menjadi lahan bisnis yang akan selalu dibutuhkan masyarakat dan tentu harus berkorban apapun demi mengenyam pendidikan. Dalam realitasnya lihat saja biaya pendidikan yang semakin melonjak, Bank-Bank di lokasi kampus, korporasi-korporasi kebanggaan kampus, hingga partai politik dan politisi yang menguasai kampus. Sekolah sebagai komoditas akhirnya menjadikan stigma masyarakat bahwa anggaran untuk pendidikan berbanding lurus dengan mutu pendidikan. Padahal, ika 2005 anggaran yang tersedia hanya Rp 33,40 triliun atau 8,1 persen dari APBN, untuk tahun 2010 ini mencapai Rp 209,54 triliun atau sesuai ambang batas yang ditetapkan undang-undang yakni 20 persen dari total APBN, toh mutu pendidikan kita tidak berubah. Menurut laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada tanggal 29 November 2007 menunjukkan peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 dari 130 negara di seluruh dunia. Indikasinya, Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965).
Sejak dahulu, esensi pendidikan tidak pernah tersampaikan. Pahaman yang muncul adalah belajar itu hanya di tempat dan waktu sekolah/kampus. Padahal, jika dipahamai, pendidikan itu mutlak dan ada untuk memanusiakan manusia. Pendidikan itu tidak dibatasi oleh beberapa orang, ruang kelas, ataupun jam pembelajaran….


*tulisan ini pernah diterbitkan di media kampus Identitas

Minggu, 06 Mei 2012

Pagi - Malam


Pagi-pagi buta di depan kompleks beberapa tukang becak sedang menanti penumpang dengan semangat yang terlintas di wajahnya. Pegi-pagi buta itu beberapa orang dengan pakaian yang sama bertuliskan nama sebuah perusahaan tengah membersihkan koridor-koridor kampus. Pagi-pagi buta beberapa pedagang kaki lima dengan senyuman menyapa orang-orang yang lewat. Pagi-pagi buta para petani mulai membungkus bekalnya dan berjalan ke sawahnya yang terasa semakin sempit. Pagi-pagi buta para anak kos yang mungkin sengaja lupa makan malam telah menyiapkan dirinya demi menempuh pendidikan yang cukup sulit diakses. Siang hingga sore para buruh, pedagang kaki lima, mahasiswa, tukang becak, dan petani dibawah terik matahari terus berjuang demi apa yang mereka cita-citakan. Sedangkan kita?....pagi-pagi buta kita masih terlelap karena pesta menikmati dunia sedang baik-baik saja. Pagi-pagi buta kita mungkin masih larut dalam lembutnya bantal guling yang merupakan hasil kerja keras dari para buruh yang dieksploitasi  di pabrik. Siang hingga sore mungkin kita menikmati hipnotis pusat pembelanjaan dan alienasi terhadap kondisi sosial.
Malam harinya kita mungkin kembali dengan merayakan seolah-olah dunia sedang baik-baik saja. Malam hari mungkin kita sibuk dengan dunia artifisial dan mengutamakan dunia kedua dibandingkan bertatap muka secara langsung. Dan sebelum tertidur, mulut kita tidak dapat lagi mengunyah makanan karena perut ini telah buncit tanpa memerdulikan berjuta-juta  perut yang belum terisi malam itu. Di malam yang sama, pedagang kaki lima semakin sulit menutup matanya karena mesti terbangun untuk memastikan bahwa tempat dagangannya tidak rata dengan tanah. Di malam yang sama petani harus berfikir keras agar esok hari saat memanen padi tidak salah langkah dan tertembak oleh tentara yang menjaga sawah milik korporasi.  Malam itu para buruh mungkin tidur nyenyak dan berharap tidak terbangun karena kelelahan setelah lebih dari 12 jam bekerja dan tetap terlelap dalam indahnya mimpi. Mereka (pedagang kaki lima, buruh, tukang becak, petani). Apakah mereka sendiri? TIDAK….you’ll never walk alone…ada KITA…perjuangan dan perubahan memang tidak dilakukan dalam beberapa tahun, bulan, minggu, atau hari..tetapi perjuangan dan perubahan seharusnya dilakukan setiap waktu..mulai dari diri kita untuk banyak orang..karena kalau tidak, padagang kaki lima tidak pernah nyenyak tidurnya, petani akan mempertaruhkan nyawanya demi menanam padi, buruh tidak akan memiliki waktu untuk keluarga dan dirinya sendiri, dan jika kita tidak berubah dan berjuang kita akan semakin melupakan dunia yang semakin sekarat. Dan ADVOKASI adalah jawaban dari ketimpangan dunia ini….