Maaf Anda Tersesat!

Coba lagi. Jangan menyerah!

Minggu, 15 Mei 2011

Sejengkal Pengetahuan

 

Belajarlah…. Hidup ini adalah belajar. belajar memaknai hidup. Inilah yang menggambarkan bagaimana diriku sebenarnya untuk saat ini. Mungkin terlalu idealis, naïf, munafik, atau apapun itu yang sering dikatakan orang lain yang semakin memaknai bahwa tidak ada yang ideal di dunia ini. Hidup ini sangat singkat, dan jika selama waktu  yang sempit ini yang ada di pikiran seseorang hanyalah dirinya sendiri, maka tidak bergunalah hidup seseorang tersebut. Individualisme telah menjadi prinsip hidup orang banyak, konsumerisme dan hedonisme telah menjadi gaya hidup orang banyak. Orang-orang (termasuk saya) lebih memilih berlabuh di tempat perbelanjaan yang hanya mengejar profit dibanding pergi merasakan perut lapar orang banyak yang bagian makanannya dieksploitasi oleh orang lain yang sudah gendut. Orang-orang lebih memilih duduk berjam-jam di depan benda elektronik dibandingkan bertatap muka dengan sahabat-teman, atau keluarga yang maknanya lebih terasa. Inilah beberapa hal yang ada di pikiranku. Status mahasiswa yang sekarang ku emban membuatku lebih merasa terbebani dengan tanggungjawab yang semakin nyata. Sebelumnya, aku pernah menduduki kelas bangku SD, SMP 12, MAN 2 Model Makassar, hingga sekarang memikul status mahasiswa Hubungan Internasional FISIP Unhas.
Pernah aku bertanya, kapan rasa tanggungjawab itu muncul?, saat ada jabatan, status, atau saat ada amanah yang diberikan kepada kita?. Menurutku, tanggungjawab itu muncul saat kita sadar. Meskipun dalam sosiologi, saya tidak pernah mendapati teori mengenai kesadaran, menurutku kesadaran itu sangat penting dalam hal personalitas. Bertambahnya usia mestinya berbanding lurus dengan kesadaran akan realita sosial. Banyak orang mengatakan bahwa masa kesadaran akan realita sosial itu hanya dalam tahap mahasiswa. Mungkin benar, mungkin juga keliru.
Seorang seniorku pernah mengatakan “mahasiswa adalah seorang yang sedang memikul banyak hal yang berada di persimpangan jalan dan siap untuk memilih jalan yang akan dia lewati nantinya”. Menurutku, mahasiswa adalah masa dimana kita sudah harus memilih jalan kita sendiri, mampu mengambil sikap, dan yang terpenting adalah harus memaknai hidup. Saat ini aku masih menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, yang datang ke kampus untuk kuliah, ngumpul, dan pulang ke rumah dan merasa dunia baik-baik saja karena perut ku tidak terasa kosong. Mungkin sedikit banyak mahasiswa sekarang bernasib sama dengan ku. Hampir selama 20 tahun masa hidupku semenjak lahir, aku masih belum bisa mengubah dunia. Hidup di sebuah kota seperti Makassar telah mengkonstruksi pikiran dan diriku menjadi makhluk kota. Resiko sebuah kota yang harus bermuatan pembangunan, tempat perbalanjaan, polusi, individualistic, konsumtif, dan akhirnya akan menjadi pangsa pasar bagi negara yang ber’frame’ neoliberal. Bobroknya para pengemban negara membuatku semakin takut melihat ke depan. Alsannya satu, sistem yang digunakan memang untuk membobrokkan para pelakunya, hingga Aziz Kahar pernah mengatakan dalam sebuah ceramahnya “seseorang yang hidup dengan tetap memegang idealitas, akan sulit diterima di lingkungannya dan mungkin akan tersingkir”. Walaupun rasa takut menghadapi masa depan menghantuiku, tapi akan lebih buruk keadaan saat setiap orang berpikiran sama denganku dan terjebak dalam rasa pesimisnya. Seorang tidak diukur dari seberapa tinggi tes IQ atau apapun itu yang ada di otaknya, tapi menurutku seorang itu di ukur dari hatinya. Tetaplah berbuat untuk orang banyak. bermimpi dan berbuatlah walaupun dengan sejengkal pengetahuan mu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar