Maaf Anda Tersesat!

Coba lagi. Jangan menyerah!

Minggu, 27 November 2011

RUMAH ini tempat bergudang-gudang ide....


Beberapa hari ini, mataku menjadi agak kabur. pertama, karena setiap malam keluar dan mataku terterpa butiran-butiran pasir, serta radiasi cahaya laptop karena membaca segelumit tulisan khusunya mengenai rumah. setelah membaca mengenai RUU PT pendidikan Indonesia yang semakin mengamini kapitalisme dalam pendidikan (nanti kita akan bercerita mengenai ini), beberapa tulisan dari para penghuni rumah, kini giliran jemari kasar ini untuk bercerita. mengenai suatu ketika di sudut rumah.
                Pagi itu menjelang siang....di ruangan yang berukuran 3 X 4 itu dipenuhi beberapa kawan dengan berbagai aktifitasnya. ada yang beristrahat (selalu ada saja), memutar lagu-lagu galau, membaca, hingga mengisi sudoku. ruangan itu adalah tempat segudang masalah tapi bergudang-gudang ide. salah satu ide muncul dari percakapan kami. Mega (HI 2010) yang telah tidak sabar dengan menanam pohon keesokan harinya mulai membuka cerita mengenai lingkungan kita yang semakin dekat dengan kepunahan. saya teringat beberapa waktu yang lalu Makassar mendapat penghargaan sebagai kota terbersih udaranya di ASEAN dari Asean ESC (Environtmentally Suistanable City).
                Obrolan kami pun fokus pada ‘bagaimana mungkin makassar yang membuat kita terus menerus haus di siang hari menjadi kota terbersih?’’bagaimana mungkin sepanjang jalan Perintis yang tak ditanami pohon yang tergantikan spanduk para partai tak aspiratif bisa menjadi kota terbersih?. begitu banyak kontradiksi dan paradoks mengenai itu. akhirnya, berbagai analisa yang tak biasa muncul. menurutku, ini tidak bisa di pisahkan dari KTT ASEAN, kedatangan Obama, hingga promosi makassar sebagai kota dunia, Mega yang memandang penghargaan itu sebagai solusi salah sasaran mengembangkan wilayah timur Indonesia. Wani (HI 09) yang memandang kapal-kapal perang AS yang selalu “ berpatroli”katanya di selat makassar akan mendapat legitimasi. intinya semua di setting agar bapak kapitalisme bisa lebih leluasa.
                Bukannya kami tidak mau tahu dengan ‘kemajuan’ tetapi yakinlah kapitalisme tak pernah mau tahu jika monorel dibangun akan kemana pohon-pohon di Pettarani, berapa banyak illegal fishing di selat makassar, berapa banyak penggusuran demi dibangunnya tempat2 perampas ide (mall), berapa rumah kumuh di pottere’, berapa banyak buruh yang kehilangan haknya, ya...kapitalisme tak pernah mau tahu....
                Percakapan ini akhirnya kami tutup dengan sebuah ide yang InsyaAllah akan kami manifestkan....terimakasih , di sudut rumah kami membangun ide, spirit, menularkannya.....rumah ini tempat bergudang-gudang ide.
another world is possible....  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar